Bawang merah (Allium cepa var. aggregatum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi bumbu dapur yang tidak dapat dipisahkan dari masakan Indonesia. Cara menanam bawang merah dari umbi telah menjadi metode budidaya yang paling populer di kalangan petani karena tingkat keberhasilannya yang tinggi dan prosesnya yang relatif mudah. Penanaman bawang merah dari umbi memungkinkan petani untuk mendapatkan hasil panen yang lebih cepat dibandingkan dengan penanaman dari biji.
Teknik budidaya bawang merah dari umbi memerlukan pemahaman yang baik tentang pemilihan bibit, persiapan lahan, dan perawatan tanaman. Keberhasilan dalam menanam bawang merah dari umbi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kualitas umbi bibit, kondisi tanah, iklim, dan manajemen pemeliharaan yang tepat. Dengan menguasai teknik-teknik dasar penanaman bawang merah, petani dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen secara signifikan.
1. Pemilihan Umbi Bibit Berkualitas
Langkah pertama yang sangat menentukan keberhasilan budidaya adalah pemilihan umbi bibit bawang merah yang berkualitas. Umbi bibit yang baik memiliki ciri-ciri fisik yang sehat, berukuran sedang hingga besar (diameter 1,5-2,5 cm), tidak ada tanda-tanda penyakit atau busuk, dan kulitnya masih utuh tanpa luka. Pilihlah umbi yang telah disimpan selama 2-3 bulan setelah panen untuk memastikan dormansi telah terlewati dengan baik.
Varietas umbi bibit yang direkomendasikan antara lain Brebes, Bima Curut, Thailand, dan Bauji yang telah terbukti adaptif terhadap kondisi iklim Indonesia. Pastikan umbi bibit berasal dari tanaman yang sehat dan bebas dari serangan hama penyakit. Sebelum penanaman, rendam umbi dalam larutan fungisida selama 15-20 menit untuk mencegah serangan jamur, kemudian keringkan di tempat teduh selama 1-2 hari.
2. Persiapan Lahan dan Media Tanam
Persiapan lahan yang optimal sangat penting untuk mendukung pertumbuhan bawang merah yang maksimal. Lahan yang ideal untuk budidaya bawang merah adalah tanah dengan pH 6,0-7,0, struktur gembur, drainase baik, dan kaya akan bahan organik. Lakukan pengolahan tanah dengan cara dibajak atau dicangkul sedalam 20-30 cm, kemudian biarkan selama 1-2 minggu agar tanah menjadi gembur dan teroksidasi dengan baik.
Buatlah bedengan dengan lebar 100-120 cm, tinggi 20-30 cm, dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan. Jarak antar bedengan sekitar 30-40 cm untuk memudahkan akses perawatan dan panen. Campurkan pupuk kandang atau kompost matang sebanyak 10-15 ton per hektar ke dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan dan struktur tanah. Pastikan bedengan memiliki sistem drainase yang baik untuk mencegah genangan air yang dapat menyebabkan busuk umbi.
3. Teknik Penanaman yang Tepat
Waktu penanaman bawang merah yang optimal adalah pada musim kemarau atau akhir musim hujan ketika intensitas hujan sudah berkurang. Buatlah lubang tanam dengan jarak 15x15 cm atau 20x15 cm dengan kedalaman sekitar 2-3 cm. Jarak tanam yang tepat akan mempengaruhi ukuran dan kualitas umbi yang dihasilkan, serta memudahkan proses pemeliharaan tanaman.
Tanam umbi bibit dengan posisi ujung yang runcing menghadap ke atas dan bagian akar menghadap ke bawah. Tutup umbi dengan tanah tipis sehingga sebagian kecil ujung umbi masih terlihat di permukaan tanah. Siram secukupnya setelah penanaman untuk menjaga kelembaban tanah, namun hindari penyiraman berlebihan yang dapat menyebabkan umbi membusuk. Lakukan penanaman pada sore hari untuk mengurangi stres pada bibit akibat paparan sinar matahari langsung.
4. Sistem Pengairan dan Drainase
Manajemen air yang tepat merupakan kunci sukses dalam budidaya bawang merah karena tanaman ini sensitif terhadap kelebihan dan kekurangan air. Pada fase awal pertumbuhan (0-3 minggu), berikan air secukupnya untuk menjaga kelembaban tanah namun tidak sampai tergenang. Frekuensi penyiraman dapat dilakukan 2-3 hari sekali tergantung kondisi cuaca dan kelembaban tanah.
Pada fase pertumbuhan vegetatif (3-6 minggu), kebutuhan air meningkat sehingga penyiraman dapat dilakukan setiap hari terutama pada musim kemarau. Namun, pada fase pembentukan umbi (6-10 minggu), kurangi intensitas penyiraman untuk merangsang pembentukan umbi yang optimal. Sistem drainase yang baik sangat penting untuk mencegah genangan air yang dapat menyebabkan busuk umbi dan serangan penyakit. Pastikan saluran drainase di sekitar bedengan berfungsi dengan baik terutama pada musim hujan.
5. Pemupukan dan Nutrisi Tanaman
Program pemupukan yang tepat akan menentukan produktivitas dan kualitas hasil panen bawang merah. Berikan pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompost 10-15 ton per hektar yang dicampur dengan pupuk NPK (15:15:15) sebanyak 300-400 kg per hektar saat persiapan lahan. Pupuk dasar ini berfungsi untuk menyediakan nutrisi awal yang dibutuhkan tanaman dalam fase pertumbuhan.
Lakukan pemupukan susulan dengan pupuk NPK dan pupuk tunggal sesuai fase pertumbuhan tanaman. Pada umur 2-3 minggu setelah tanam, berikan pupuk Urea 100 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 4-5 minggu dengan Urea 100 kg/ha dan SP-36 100 kg/ha. Pemupukan terakhir pada umur 6-7 minggu menggunakan KCl 100 kg/ha untuk merangsang pembentukan dan pembesaran umbi. Aplikasi pupuk dilakukan dengan cara ditugal di samping tanaman atau dicampur dengan air untuk penyiraman.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan ancaman serius dalam budidaya bawang merah yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Hama utama yang sering menyerang adalah ulat bawang (Spodoptera exigua), trips (Thrips tabaci), dan ulat grayak (Spodoptera litura). Sedangkan penyakit yang sering dijumpai adalah busuk daun (Alternaria porri), busuk umbi (Fusarium oxysporum), dan bercak ungu (Alternaria porri).
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara terpadu dengan pendekatan preventif dan kuratif. Lakukan monitoring rutin setiap 2-3 hari untuk mendeteksi dini serangan hama dan penyakit. Pengendalian preventif meliputi rotasi tanaman, sanitasi lahan, penggunaan mulsa, dan penanaman tanaman perangkap. Jika serangan sudah terjadi, lakukan pengendalian dengan pestisida yang sesuai dengan dosis dan waktu aplikasi yang tepat. Gunakan pestisida secara bijak dengan memperhatikan periode karens untuk menjaga keamanan hasil panen.
Referensi
Departemen Pertanian. (2019). Panduan Budidaya Bawang Merah. Direktorat Jenderal Hortikultura, Jakarta.
Rahayu, E., & Berlian, N. (2018). Teknik Budidaya Bawang Merah di Lahan Kering. Jurnal Hortikultura Indonesia, 28(2), 95-102.
Sumarni, N., Rosliani, R., & Basuki, R.S. (2020). Inovasi Teknologi Produksi Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Wibowo, S. (2017). Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta.
Firmansyah, I., & Sumarni, N. (2019). Pengaruh Dosis Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Hortikultura, 29(1), 43-52.
Purbianti, S.W., & Sugiyarto, E. (2018). Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah Secara Terpadu. Prosiding Seminar Nasional Hortikultura, 15, 234-241.